Kamis, 26 Juni 2014

Pesawat Tanpa Awak ("drone") Indonesia / PUNA

Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) atau pesawat tanpa awak, adalah sebuah pesawat terbang yang tidak memiliki pilot dan penumpang. Kontrol pesawat PUNA ini sepenuhnya dikendalikan dari ruang kontrol dan pengendaliannya disesuaikan dengan misi yang diberikan. Fungsi utama dari PUNA ini adalah untuk melakukan penerbangan dengan misi tertentu, khususnya yang dinilai berisiko. 


Kepala BPPT, Marzan A. Iskandar, kala diwawancara oleh salah satu televisi swasta mengatakan fungsi PUNA sangat cocok untuk mengawasi keadaan suatu wilayah yang luas seperti Indonesia. Untuk diketahui, Indonesia memiliki wilayah geografis lautan dan pulau yang luas, sehingga dibutuhkan suatu sistem yang bisa mengawasinya, mulai dari memantau bencana alam, tindakan kriminal, dan mengawasi kedaulatan negara. 

"BPPT telah merancang PUNA yang dilakukan oleh para perekayasa dan penelitinya. Selain itu, BPPT juga terus melakukan pengembangan pada sistem kontrol dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). TIK sendiri menjadi teknologi kunci dari pengembangan PUNA, terutama untuk merancang jarak terbang, penentuan misi, dan kontrolnya," kata Marzan di Gedung Teknologi 2 BPPT, Puspiptek, Tangsel (1/4).

Marzan menyampaikan, BPPT dalam proses perencanaan PUNA, dilakukan oleh para insinyurnya. Namun, BPPT hanya menghasilkan prototipenya saja, sementara untuk memproduksinya akan bermitra dengan PT Dirgantara Indonesia (DI), PT LEN, dan Kementerian Pertahanan (Kemenhan). "Saat ini BPPT sudah menyelesaikan prototype PUNA Wulung pada tahun 2013 dan melakukan pengembangan pada tahun 2014. Perbedaan PUNA Wulung tahun 2013 dan 2014 adalah kemampuan terbangnya, Wulung 2013 berkemampuan terbangnya empat jam dan Wulung 2014 kemampuan terbangnya enam jam. 

Kedepannya, BPPT masih akan terus mengeksplorasi PUNA untuk menjadi andalan Indonesia yang disesuaikan dengan kondisi alam Indonesia. Selain itu, Kemenhan juga sudah memesan PUNA Wulung 2013 sebanyak tiga unit dan PUNA Wulung 2014 sebanyak lima unit. Jadi, totalnya ada delapan unit," ungkap Marzan.

Marzan juga menyampaikan, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) juga telah memesan PUNA untuk memantau hutan, seperti melihat terjadinya kebakaran, penebangan liar, dan lainnya. Sementara BNPB juga membutuhkan PUNA untuk memberikan info mengenai kebencanaan, seperti gunung meletus, kebakaran hutan, dan sebagainya.

"BPPT terus meyakinkan pemegang kebijakan terkait tentang pentingnya teknologi PUNA. Dan, saat ini teknologi PUNA sudah diakui sangat dibutuhkan untuk Indonesia. Saya juga berharap kedepannya PUNA milik Indonesia akan memiliki kemampuan yang sejajar dengan PUNA buatan asing," tutup Marzan. (tw/SYRA/Humas)

Mengenai harga pesawat nir awak dengan pesawat sejenis buatan negara lain, sekitar ratusan juta rupiah. Nilai tersebut bertambah tergantung dari peralatan yang dibawanya.



Kegiatan pengembangan PUNA diawali dengan pembuatan wahana sasaran tembak atau target drone yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan prajurit Pusenart (Pusat Senjata Artileri) TNI-AD. PUNA dirancang mempunyai kecepatan jelajah 80 knot dengan jangkauan terbang mencapai 30 km di ketinggian sekitar 7.000 kaki.


Mulai tahun 2011, BPPT dan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) sudah bekerja sama mengembangkan drone untuk misi pemantauan dari udara. BPPT telah mengembangkan pesawat udara nir awak sejak tahun 2004, dan telah menghasilkan berbagai prototipe puna, seperti Gagak, Pelatuk, Seriti, Alap-alap dan terakhir "Wulung" atau burung elang. Kesemuanya untuk mendukung patroli di perbatasan Indonesia.


LAPAN juga membuat Pesawat tanpa awak.

Lembaga Penerbangan Dan Antariksa Nasional /LAPAN akhirnya berhasil menerbangkan pesawat tanpa awak atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV) LSU 02 sejauh 200 kilometer dengan waktu tempuh dua jam, pergi dan pulang ke lapangan udara Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat. UAV dengan bahan bakar Pertamax Plus (RON 95) ini terbang secara autonomous dan berhasil kembali mendarat dengan mulus di lapangan udara Pameungpek, Garut.



“UAV ini bisa terbang sangat jauh hingga 5 jam. Lima liter pakai Pertamax Plus oktan 95. Kalau terbang 1 jam 0,9 liter,” ucap Kepala Bidang Avionic LAPAN Ari Sugeng di acara Harteknas di Aula BPPT Jakarta.

LSU 02 berbobot 15 kg, dilengkapi 2 kamera foto dan kamera video. Pesawat ini mampu terbang dengan ketinggian 3000 meter. Lapan kini sedang menyiapkan generasi baru UAV yang mampu terbang hingga ketinggian 7200 meter, dengan payload dan endurance yang lebih besar. Dalam artian, Lapan terus meningkatkan jangkauan terbang (long distance), kemampuan terbang (long endurance), kemampuan terbang secara automatis (autonomous flying), dan kemampuan take off dan landing.

Pesawat nirawak LSU 02 besutan LAPAN ini sebelumnya telah memecahkan rekor dari Museum Rekor Indonesia atau yang akrab disebut dengan MURI untuk kategori pesawat UAV atau nirawak yang mampu menempuh jarak terbang terjauh, yakni sejauh 200km.

LSU 02 buatan LAPAN ini mampu membawa beban dengan berat maksimal hingga 3kg dengan kecepatan terbang hingga 100km/jam. Pesawat nirawak seperti LSU 02 ini sangat bermanfaat untuk memantau wilayah yang sulit dijangkau manusia atau wilayah yang berbahaya, misal memotret kawah gunung berapi atau memantau kawasan bencana.

Pesawat nirawak LSU 02 besutan LAPAN ini memiliki panjang sayap hingga 2400mm dan panjang badan pesawat 1700mm. Seperti layaknya pesawat UAV lainnya, pesawat LSU 02 ini memiliki kemampuan untuk terbang secara otomatis yang dikandalikan dari jauh atau diprogram untuk menuju sasaran tertentu.

Seperti yang dilansir dari Kompas (22/08/2013), era modern seperti sekarang ini keberadaan pesawat nirawak seperti LSU 02 sangat bermanfaat. Tak hanya digunakan untuk memantau wilayah yang sulit dijangkau atau berbahaya, pesawat nirawak dapat dimanfaatkan oleh militer untuk misi pengintaian di wilayah musuh.

LSU 02 adalah Pesawat Tanpa Awak yang Mampu Terbang secara Autonomous. Kinerja terbang pesawat tanpa awak yang sering menjadi ukuran yaitu kemampuan jangkauan terbang (long distance), kemampuan lama terbang (long endurance), kemampuan terbang secara automatis (autonomous flying), dan kemampuan take off dan landing. Kemampuan tersebut juga menyangkut aspek inovasi aircraft (desain pesawat terbang), propulsi, avionik, dan aerodinamika

Pesawat LSU 02 merupakan hasil penelitian dan pengembangan Pusat Teknologi Penerbangan Lapan. Pesawat UAV yang telah melakukan berbagai misi ini mampu terbang secara autonomous dengan jangkauan terbang hingga 300 kilometer.

Sumber: Antaranews, Wikipedia, lapan.go.id; bppt.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar